Representasi Perempuan dan LGBT di Media dari Kacamata Literasi Digital
Kita hidup tidak bisa lepas dari media, entah apapun
bentuknya. Media membantu kita dalam memperoleh beragam informasi dan hiburan,
misalnya koran, televisi, dan radio. Kita sekarang juga sangat terbantu dengan
kehadiran internet yang dapat memberikan informasi dengan cepat serta sesuai
dengan apa yang kita inginkan. Dengan beragam hal yang diberikan oleh media
kepada kita, tentunya kita harus dapat memilah mana informasi yang layak dibaca
atau memiliki validitas yang tinggi dan mana informasi yang hanya sekedar hoax. Kemampuan untuk memilah informasi
ini disebut Literasi Digital.
Literasi Digital sangat penting di tengah arus informasi
yang cepat seperti sekarang ini. Orang harus dapat mempertanggungjawabkan
kebenaran dari informasi yang dia berikan dan dia sebarkan, sehingga tidak akan
cukup satu sumber informasi saja, melainkan ia harus memilah dari beragam
sumber dan menganalisanya sehingga mendapatkan informasi yang benar-benar tepat.
Misalnya saja di banyak media kita dapat melihat beragam
representasi yang berusaha dikonstruksikan oleh media mengenai perempuan dan
LGBT. Perempuam seringkali diinterpretasikan sebagai kaum yang hanya bertugas
sebagai support dan selalu ada di
belakang laki-laki, sementara kaum LGBT direpresentasikan sebagai kaum yang
memiliki kelainan seksual dan kaum yang memang tidak layak untuk mendapatkan
hak-haknya secara utuh. Tentunya kita tidak akan tahu apakah informasi yang
diberikan mengenai perempuan dan LGBT tersebut memang adalah informasi yang
sebenarnya atau hanya sekedar untuk menaikkan rating dan popularitas media yang
bersangkutan. Dari representasi yang dibentuk oleh media ini tentunya akan
sangat merugikan orang-orang yang bersangkutan apabila representasi ini telah
diterima oleh semua orang dan dianggap benar padahal kebenarannya belum tentu
sepenuhnya tepat. Oleh karena itu kita membutuhkan kemampuan Literasi Digital
agar dapat mengetahui kebenaran dari informasi-informasi tersebut sehingga dapat
mengubah pola pikir kita menjadi lebih kritis.
Untuk itu, literasi digital perlu didorong sebagai mekanisme pembelajaran yang terstruktur dalam kurikulum, atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar-mengajar. Selain melalui institusi pembelajaran, kampanye literasi digital juga perlu menggandeng komunitas-komunitas kreatif dan organisasi masyarakat berbasis pendidikan yang dapat menyebarkan gagasan, meningkatkan kemampuan dan mengeksekusi gerakan masif untuk cerdas bermedia sosial. Dengan kemampuan ini kita akan dapat meringankan beban kaum-kaum yang tertindas karena konstruksi representasi yang belum tentu sepenuhnya benar dari media.
Referensi
Chabibie, H. (2017, 1 Februari). Literasi digital sebagai tulang punggung pendidikan. PUSAT TEKNOLOGI DAN KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Diakses dari http://pustekkom.kemdikbud.go.id/literasi-digital-sebagai-tulang-punggung-pendidikan/

Comments
Post a Comment